Monday, April 25, 2011

Supadiyanto, "Ken Arok Jogja" yang Low Profile

izhad walataksal walatakun ghofilan fanadhamatul uqba liyma yatakasal
Supadiyanto,

 
PROFIL

Supadiyanto, "Ken Arok Jogja" yang Low Profile
Oleh : Sufiyatin | 22-Nov-2007, 00:08:13 WIB
Oleh: Suprihatin dan Dinda Mutia
KabarIndonesia - Pembaca-pembaca Koran Online KabarIndonesia (KOKI) pastilah sudah familier dengan gaya tulisan sang Citizen Reporter of the Year ini. Pantaslah kalau dia dinobatkan meraih predikat  terpopuler di atas oleh manajemen KOKI pada medio November lalu, di Jakarta Barat. Performanensinya kalem memang, tetap menjaga ke-low profile-an dan gemar menolong orang yang berkesusahan. Ia dilahirkan dari kelurga petani yang miskin-miskin, kendati demikian, malah melejitkan potensi intelektualnya dalam dunia tulis-menulis.

Dan juga, penampilannya amat biasa-biasa, tapi prestasi dan track record-nya sungguh luar-luar biasa-biasa. Hampir-hampir, setiap karya tulis yang ditampilkannya memiliki kekuatan kata-kata yang kental, teramat majis dan penuh daya kritis. Rupa-rupanya, beragam-ragam karya tulisnya telah tersebar-sebar di puluhan media massa cetak lokal dan nasional. Tak luput koran seperti Kompas, Jawa Pos, Indopos, Seputar Indonesia, Suara Merdeka, Suara Karya, Kedaulatan Rakyat, Bernas Jogja, Wawasan, Solopos, Batam Post, Bangka Post, Banjarmasin post, Padang Ekspres, Merapi, Koran Pak Oles dan masih banyak lagi kerap memuat tulisan sang lajang asli Jogja ini.

Bahkan, kabar-kabar terhangatnya, essay-nya yang berjudul "Pendekar Maiyah, Pendekar Nusantara dan Pendekar Jagat" bakal dibukukan oleh Progress (Jogja) bersama-sama dengan penulis lain dengan moderat budayawan tenar Emha "Cak Nun" Ainun Nadjib --dalam waktu dekat ini.

Tertarik mengamati sepak terjang mantan Wartawan Jawa Pos Radar Solo yang pernah juga magang di Harian Umum Bernas Jogja dan Solopos ini; cowok keren yang masih menempuh studi di dua PTN sekaligus (FMIPA UNY dan Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga) ini; saya sandera sekian jam, guna berwawancara, korespondensi per telepon --beberapa jam yang lalu.

Pernah sekali memang, penulis berjumpa dengan sang penulis kampiun di Koran Online KabarIndonesia ini, kala menghadiri acara maha penting di Pontianak (Kalimantan Barat) --akhir Agustus 2007 lalu. Wajahnya selalu mengembangkan senyuman meski dalam kondisi sedih, bercahaya kharismatis meski berambut sebahu, ramah, luwes, supel dan berbicara ceplos-ceplos tapi selalu merendah-rendah hati. Kecerdasannya dalam memandang segala problematika masyarakat juga amat-amat komprehensif. Ini terpacak dan tersirat dari ratusan karya tulisnya baik berupa essay, opini, feature, puisi dan sebagainya.

Ternyata, "Ken Arok dari Jogja" ini (baca--Supadiyanto) yang merupakan anak bungsu dari tujuh bersaudara memiliki segudang prestasi. Sejumlah kompetisi bergengsi sempat dimenangi. Dirinya pernah menjadi Juara I  Lomba Essay Kategori Pariwisata dalam rangka HUT Kabupaten Sleman (Jogja) ke-88 tahun 2004. Juara I Lomba HUT PMI, Pemenang II Lomba Essay JOgja Education Fair 2005. Tidak itu saja, masih banyak lagi kejuaraan serupa yang pernah disabet penulis ini.

Uniknya, penulis ini menanggung sendiri biaya kuliahnya. Lantas darimanakah uang itu dia dapat-dapat? Dari meja redaksi, honor artikel yang di dapat dari redaksi surat kabar, yang dimuat di berbagai media massa cetak dijadikan pengganti ongkos kuliah yang besarnya jutaan itu --hingga kini. Di samping itu, selain menjadi penulis kolomnis, ia pernah juga menjadi Staf Pengajar pada Sekolah Jurnalistik, Jogja Writing School dan Mutiara Smart College.

Tidak itu saja, di luar aktivitasnya, Citizen Reporter of The Year yang tinggal di Joglo ICRC, dusun Sragan, Sendangmulyo, Minggir, Sleman, Yogyakarta ini berpesan pada semua orang untuk siap menjadi penulis. Sebab, bangsa ini membutuhkan pemikir-pemikir cerdas, kreatif dengan multi latar belakang. "Contoh sederhananya dunia kepolisian. Polisi itu bukan militer. Mereka PNS juga, yang artinya masih sipil. Mereka itu harus juga pandai dalam beropini, menganalisis segala problematika yang terjadi dalam masyarakat dari berbagai sudut pandang, tanpa terpaku melulu pada otoritas pemimpin. Selama ini, masih terjadi jarak psikologis amat tajam antara posisi komandan dan bawahan. Tak ada komunikasi timbal balik. Ini tak terjadi dalam dunia kepolisian saja, juga dalam masyarakat luas. Kita semua tak terbiasa dan dibiasakan untuk berdaya kritis," urainya panjang lebar, sembari mengeluarkan jurus joke segarnya --yang kerap membuat saya terpingkal-pingkal.

Adanya Koran Online KabarIndonesia salah satunya, menurutnya menjadi alternatif cerdas bagi siapapun untuk belajar sekaligus menjadi penulis profesional.

Maka, pada saat ini dan yang akan datang, idealnya menurut Intan --sapaan akrab cowok ganteng ini-- pemerintah dan masyarakat harus memiliki kesadaran diri untuk berproses secara kolektif guna menjadi penyampai gagasan, ide dan informasi untuk diri sendiri dan masyarakat luas. "Kan tak ada larangan, orang miskin itu lebih pandai daripada orang kaya," imbuhnya dengan gaya diplomatis, namun dibumbui humor yang cerdas.

Lelaki kelahiran 14 Agustus 1981 ini membeberkan lagi, jumlah orang miskin yang sengaja dimiskinkan di negeri ini ratusan juta orang jumlahnya. Mereka menjadi miskin lahir dan batin, karena tak memiliki akses informasi. Implikasi negatif, tambah dia, penduduk berkasta sudra dan waisa itu-itu, selalu terpuruk baik potensi ekonomi maupun intelektualnya. Sungguh amat-amat kasihan. Untuk itu, bangsa ini membutuhkan semangat pencerdasan dan keluhuran budi sosok Ken Arok. Benar tidak? Benar ya? Benar bukan-bukan? Benar tidak, bukan-bukan ya?  (**)

No comments:

Post a Comment

silahkan bagi para blogers untuk memberikan aspirasinya melaui komentar anda: